Sunday, June 7, 2015


Plakat rumah kelahiran Sukarno


Kampung Pandean Surabaya


Rumah kelahiran Sukarno

TRIBUN-TIMUR.COM - Presiden RI pertama lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901, rumah tempat kelahirannya di Kampung Pandean pun telah menjadi cagar budaya.

Bagaimana kondisinya?

Sukarno lahir di sebuah rumah sederhana di Pandean gang IV nomor 40, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya.

Di atas pintu rumah dipasang plakat berwarna kuning keemasan bertuliskan "Rumah Kelahiran Bung Karno" dengan logo Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.

Meski rumah ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya melalui Surat Keputusan Walikota Surabaya pada 2013 lalu, tetapi tampak tidak terawat dari luar.

Cat tembok rumah yang berwarna putih tampak kusam, begitu pula dengan kusen kayu yang berwarna biru.

Ketika BBC Indonesia datang ke Kampung Pandean tersebut, keterangan seorang tetangga rumah kelahiran Bung Karno menyebutkan Jamilah pemilik rumah sedang berada di luar kota.

Azhari, seorang warga asli Kampung Pandean yang berusia lanjut, menyampaikan bahwa rumah tersebut sudah empat sampai lima kali pindah tangan kepemilikan.

Azhari mengatakan berdasarkan cerita yang dia dapat dari orang-orang tua di kawasan itu, ayah Sukarno yaitu Raden Soekemi Sosrodihardjo merupakan salah satu pendatang di kampung Pandean, dan pindah beberapa tahun kemudian dari daerah tersebut.

Sukarno remaja, menurut cerita yang didapat Azhari, kembali lagi ke kawasan Pandean dan Peneleh

"Dulu Bung Karno dulu masa kecilnya biasa-biasa saja, setelah beliau remaja, datang lagi ke daerah Pandean-Peneleh utk belajar agama, politik dan pergerakan bersama dengan HOS Cokroaminoto, di daerah ini dulu tumbuh subur organisasi pergerakan dan kepemudaan", tukas Azhari.

Penelusuran rumah Sukarno

Penelusuran rumah tempat kelahiran Sukarno dilakukan Institut Sukarno sejak 2007 lalu.

Pendiri lembaga Intitut Sukarno, Peter A Rohi mengatakan kajian dari sejumlah buku diketahui Sukarno pernah tinggal di Kampung Pandean- dan Peneleh.

"Berdasarkan buku yang kami kaji buku-buku sebelum tahun 66, disebutkan Sukarno lahir di kawasan Pandean dan pernah tinggal kawasan Pandean dan Peneleh ketika remaja, kami pun mencari informasi dari warga yang tinggal di daerah itu untuk mengkonfirmasinya," jelas Peter.

Berdasarkan keterangan dari warga setempat itulah, menurut Peter, dia mengetahui lokasi tempat Sukarno dilahirkan.

Sejak tahun 2007 lalu, Pemerintah Surabaya berupaya menelusuri letak rumah kelahiran Bung Karno dengan melakukan kajian terhadap hasil riset Institut Sukarno dan Dinas Pariwisata dan Budaya serta dokumen sejarah lainnya.

Pemerintah kota Surabaya pun menemukan rumah kelahiran Bung Karno di kampung Pandean, dan telah menetapkannya sebagai bangunan cagar budaya pada 2013 lalu, seperti dijelaskan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya, Wiwik Widayati.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyebutkan berupaya untuk membeli rumah ini, tetapi masih dalam proses penjajakan dengan pemilik rumah.

"Waktu itu ada masukan dari lembaga Institut sukarno dan memprosesnya sebagai bangunan cagar budaya, juga masukan dari anggota masyarakat," jelas Wiwik.

"Pemerintah kota mencoba telah ditetapkan jadi cagar budaya, rumah ini terpelihara sehingga diharapkan tidak terjadi perubahan bangunan itu tahap yang baru dilaksanakan, kami masih proses (untuk pembelian) sampai hari ini," jelas Wiwik.

Pemerintah kota Surabaya juga telah menjadikan rumah kelahiran sukarno sebagai rumah museum, yang dapat dikunjungi sebagai tempat wisata.

Mengapa jadi kontroversi?

Kota tempat kelahiran Presiden RI pertama kembali menjadi pembicaraan setelah presiden Joko Widodo dalam pidato Peringatan Hari Pancasila Sakti menyebutkan Blitar sebagai kota kelahiran Sukarno.

Padahal sumber-sumber sejarah menyebutkan Sukarno lahir di Surabaya. Mengapa berbeda?

Peter A Rohi menyebutkan perbedaan tersebut terjadi karena ada kesalahan dalam menerjemahkan buku tentang sukarno yang ditulis dalam bahasa Inggris oleh seorang jurnalis AS Cindy Adams.

"Selanjutnya buku itu diterjemahkan oleh tim penulis sejarah dari ABRI (TNI) dengan menyebutkan Bung Karno lahir di Blitar," jelas Peter.

Padahal dalam buku karya Cindy Adams , menurut Peter, Bung Karno mengatakan, "Karena bapak saya berpindah-pindah, maka ketika pindah ke Surabaya, di tempat itulah saya lahir," jelas Peter.

Dia menjelaskan dalam semua buku-buku biografi Bung Karno yang terbit sebelum tahun 1966, terang Peter, ditulis bahwa Bung Karno lahir di Surabaya.

Tetapi buku terjemahan karya Cindy Adams yang diterbitkan kembali pada 2007 lalu, menyebutkan Sukarno lahir di Surabaya.(BBC)



Ref:

Sukmawati: Sukarno Lahir di Surabaya Lalu Pindah ke Blitar

Jakarta - Putri Presiden RI pertama Sukarno, Sukmawati Soekarnoputri menegaskan ayahnya lahir di Surabaya. Ia menepis jika ada literatur atau sumber yang menyebut Sang Proklamator lahir di Blitar.

"Beliau lahir di Surabaya. Jelas, itu jelas. Bukan lahir di Blitar, salah itu," kata Sukmawati saat dihubungi, Sabtu (6/6/2015).

Dia menjelaskan Sukarno lahir saat kakeknya Raden Soekemi Sosrodihardjo yang sebagai guru mengajar di Surabaya. Hingga beberapa tahun sebelum pindah, ayahnya sejak lahir menurut dia tinggal di Kota Pahlawan.

"Ayahnya bapak mengajar di Surabaya sampai beberapa tahun. Bapak jadinya tinggal di Surabaya sampai beberapa tahun itu," ujarnya.

Sukmawati mengklarifikasi adanya pernyataan bahwa ayahnya dari kecil berada di Blitar. Menurutnya, setelah Surabaya, kakeknya mendapat pekerjaan mengajar di daerah Jawa Timur lain seperti Blitar. Tawaran ini diterima Soekemi.

"Jadi, itu yang benar. Lahir di Surabaya, terus kakek saya ada tawaran mengajar di Blitar ya sudah pindah. Bapak ikut dibawa. Waktu itu kan (Soekemi) kalau ngajar pindah-pindah," tuturnya.


http://news.detik.com/read/2015/06/06/211834/2935334/10/sukmawati-sukarno-lahir-di-surabaya-lalu-pindah-ke-blitar

Laporan dari Den Haag: Bung Karno Lahir di Blitar

Foto: Soekarno siswa HBS 1916 (Het Vrije Volk)
Den Haag - Di mana tempat Sang Proklamator, Presiden RI Pertama Soekarno dilahirkan? Jauh sebelumnya, sumber-sumber di Belanda sudah mencatat kontroversi mengenai tempat Soekarno dilahirkan, bahkan ketika Bung Karno masih hidup dan sedang di puncak kekuasaan.

Dari dua tempat kelahiran yang menjadi kontroversi, deskripsi menurut penuturan Soekarno sendiri dalam otobiografinya lebih tepat menunjuk ke Blitar daripada Surabaya.

"Masih ada pertanda lain ketika aku dilahirkan. Gunung Kelud, yang tidak jauh letaknya dari tempat kami, meletus." (Cindy Adams: Bung Karno Penjambung Lidah Rakyat, hal 22, edisi Revisi).

Secara visual, Gunung Kelud memang lebih dekat ke Blitar daripada Surabaya. Masyarakat sekitar akan mengiyakan dan membenarkan sesuai ucapan Bung Karno sendiri.

Data geografi juga membuktikan dan memperkuat ucapan Bung Karno. Jarak antara Gunung Kelud ke kota Blitar dalam satuan metrik cuma 37,4 km. Sebaliknya jarak antara gunung berketinggian 1,731 m itu dengan Surabaya empat kali lipat lebih jauh, yakni 130,5 km.

Pemahaman yang sudah terlanjur diterima dan ditulis oleh sebagian kalangan bahwa masa kecil Soekarno ada di Surabaya juga perlu diberi tanda tanya dan dilihat ulang secara kritis.

Sebab, sumber di Belanda mencatat bahwa masa kecil Soekarno dan pendidikan sekolah dasarnya ditempuh di Mojokerto, bukan di Surabaya.


In Modjokerto ging de jonge Soekarno op school, eerst op de inlandse, later (zijn vader wilde zijn zoon vooruit brengen in de wereld) op de Europese lagere school... Di Mojokerto Soekarno kecil pergi ke sekolah, mula-mula ke sekolah pribumi, kemudian (ayahnya ingin membawa anaknya maju di dunia) ke Sekolah Dasar Eropa...(red)," (Het Vrije Volk, Sabtu 4 Desember 1965).

Keterangan tersebut mementahkan pemahaman bahwa masa kecil Soekarno berada di Surabaya dan menggugah kesadaran semua pihak untuk perlu menggali lebih lanjut kehidupan Soekarno usia balita atau SD di Mojokerto.

Mojokerto itu posisinya kira-kira 50 km arah Barat Laut dari Surabaya, suatu jarak yang cukup jauh, apalagi untuk tahun 1901-1912. Jika masa kecil Soekarno ada di Surabaya, maka juga tidak masuk akal pada zaman itu seorang anak kecil usia SD berangkat pulang pergi ke sekolah dari Surabaya ke Mojokerto menempuh jalanan sepi dengan sisi kiri kanan masih hutan.

Apalagi transportasi saat itu tidak seperti sekarang. Teknologi otomotif saat Soekarno usia SD masih baru berkembang, produksinya sangat terbatas dan di Jawa baru Paku Buwono X saja yang punya. Soekarno hanya seorang anak guru desa. Artinya, dikaji dari segala sisi tidak memungkinkan Soekarno melaju pergi-pulang Surabaya-Mojokerto.

Soekarno baru pindah ke Surabaya untuk menempuh pendidikan ke sekolah lanjutan Hogere Burgerschool (HBS), sekolah lanjutan tinggi setingkat SMA. Di Surabaya dia menumpang atau in de kost di rumah pemimpin nasionalistis terkemuka saat itu, Tjokroaminoto.

"...zijn verblijf ten huize van destijds meest vooraanstaande nastionalistische leider van Indonesie, Tjokroaminoto... tinggalnya di rumah pemimpin nasionalistis terkemuka saat itu, Tjokroaminoto (red)," (Paul van 't Veer, Het Vrije Volk, Sabtu 4 Desember 1965).

Dari teks ini dapat dipahami bahwa Soekarno selama di Surabaya untuk menempuh pendidikan sekolah lanjutan HBS tidak tinggal di rumah sendiri bersama orangtuanya, melainkan di rumah H.O.S. Tjokroaminoto. Suatu hal biasa kalau seorang anak harus menempuh pendidikan jauh di luar kota.

Putra kandung Soekarno sendiri, Guruh Soekarnoputra, menyebut dengan eksplisit dan jelas bahwa si Bung dilahirkan di Blitar. Blitar adalah kota kelahiran Bung Karno.

"Bung Karno, kata Guruh, tak pernah minta dimakamkan di Blitar, kota kelahirannya...," (TEMPO, 6 November 2012)

Tapi, sebagaimana dikatakan oleh Paul van 't Veer, seorang penulis biografi Soekarno: Kopstukken uit de Twintigste Eeuw (Soekarno: Tokoh Abad Ke-20), kesimpangsiuran memang ditemukan dalam biografi-biografi resmi Indonesia mengenai Soekarno.

Di mana dia dilahirkan, Bung Karno sudah mendeskripsikan tempat kelahirannya dekat Gunung Kelud, tapi pada kesempatan lain disebut Surabaya. Guruh Soekarnoputra jelas mengatakan: Blitar.

Ref

Akurasi Tempat Lahir Sukarno, Sukmawati: Lihat Otobiografi Beliau



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Putri Presiden Pertama RI Sukarno, Sukmawati Soekarnoputri, mengatakan data akurat terkait kelahiran ayahnya bisa ditelusuri di buku otobiografi beliau.
Menurutnya, akurasi dari sumber tersebut bisa dipertanggungjawabkan. "Sumber yang paling jelas terkait data kelahiran beliau ya dari otobiografinya. Sebab, itu yang beliau ceritakan sendiri. Jadi itu benar," tegasnya kepada ROL di Gedung Proklamasi, Sabtu (6/6).
Otobiograsi yang dimaksud Sukmawati adalah buku karangan penulis asal Amerika Serikat, Cindy Adams, berjudul "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Buku tersebut pertama kali terbit pada 1966.
Menurutnya, tempat dan tanggal lahir yang dipaparkan Bung Karno dalam buku tersebut bisa dijadikan rujukan atas simpang-siur akurasi kelahirannya. Dalam buku dipaparkan Bung Karno lahir di Surabaya, 6 Juni 1901.
"Karena sudah jelas, merujuk kepada buku otobiografi itu saja," ucapnya.
Simpang-siur akurasi kelahiran Bung Karno mengemuka setelah Presiden Joko Widodo menyebut Kota Blitar sebagai tempat lahir beliau. Sebab, sebagian masyarakat memahami bahwa Bung Karno lahir di Surabaya.
Sebagian lainnya tetap menganggap Blitar sebagai tempat kelahiran Bapak Proklamasi itu. Sebelumnya, sejarawan menyarankan agar akurasi kelahiran Soekarno langsng dikonfirmasikan kepada pihak keluarga beliau.


http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/15/06/06/npiswn-akurasi-tempat-lahir-sukarno-sukmawati-lihat-otobiografi-beliau

Guruh: Sukarno Lahir Juni 1901 Bukan 1902


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun dan kota kelahiran Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno tengah menjadi perbincangan media dan masyarakat.
Hal ini berawal dari pidato Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan Soekarno lahir di Blitar. Padahal, Bapak Proklamator Indonesia itu lahir di kota Surabaya.
Sementara terkait tahun kelahiran, putra Soekarno dari pernikahannya dengan Fatmawati, Guruh Soekarnoputra, menyatakan Ayahnya lahir pada 6 Juni 1901.
"Tahun 1901," tegasnya kepada Republika saat ditanya kepastian tahun kelahiran Ayahnya, Sabtu (6/6).

Sebelumnya beredar foto yang menunjukan catatan akta, yang diduga berasal dari buku induk ITB. Dalam akta itu tercatat Sukarno lahir pada 6 Juni 1902. Hal ini berbeda dengan yang selama ini diketahui publik bahwa Proklamator itu lahir pada 1901.
Simpang-siur terkait tempat kelahiran Bung Karno, sapaan akrab Soekarno, juga sempat menjadi perbincangan usai pembacaan Pidato Presiden Jokowi, Senin (1/6) lalu.
Dalam pidato di Blitar tersebut, Jokowi menyebut tempat lahir Soekarno adalah di Blitar. Pidato ini memicu berbagai reaksi publik. Sebagian besar menyalahkan Presiden yang dinilai salah menyebutkan informasi.
Selama ini, publik memahami bahwa Soekarno lahir di Surabaya. Pengusutan akurasi data kelahiran Soekarno pun akhirnya merambah hingga ke tahun kelahirannya.


http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/15/06/06/npiu12-guruh-sukarno-lahir-juni-1901-bukan-1902

Gelar Honoris Causa Sukarno Dan Susilo Bambang Yudoyono


TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang masa akhir jabatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhasil mengumpulkan 10 gelar Doctor Honoris Causa. Prestasi ini ternyata masih kalah jauh dari Presiden Sukarno, yang mampu memperoleh 26 gelar Doctor Honoris Causa.

"Wah, SBY masih kalah dengan Sukarno," kata Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung saat melihat daftar gelar Sukarno di Museum Balai Kitri, Istana Bogor, Sabtu, 18 Oktober 2014.

Ungkapan yang dilontarkan Chairul menarik perhatian sejumlah pengunjung museum. Beberapa di antara mereka tampak tersenyum, bahkan ada yang tertawa.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto juga mendengar ucapan Chairul saat sedang berkeliling museum. Dia kemudian menimpali pernyataan itu dengan mengatakan, "Beda dong, Sukarno jadi presiden 20 tahun. SBY cuma 10 tahun."

Daftar gelar Doctor Honoris Causa milik SBY
1. Doktor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Webster University St. Louis, Amerika, September 2005.
2. Doktor Honoris Causa Ilmu Politik dari Thammasat University, Bangkok, Thailand, Desember 2005.
3. Doktor Honoris Causa bidang Pertanian dari Universitas Andalas, Padang, September 2006.
4. Doktor Honoris Causa bidang Media dan Pemerintahaan dari Keio University, Tokyo, November 2006.
5. Doktor Honoris Causa dari Tsinghua University, Beijing, Maret 2012.
6. Doktor Honoris Causa dari Universiti Utara Malaysia, Desember 2012.
7. Doktor Honoris Causa bidang Kepemimpinan dan Pelayanan Publik dari Nanyang Technological University Singapura, April 2013.
8. Doktor Honoris Causa bidang Hukum Perdamaian dari Universitas Syiah Kuala Aceh, September 2013.
9. Doktor Honoris Causa dari Universitas Ritsumeikan, Jepang, September 2014.
10. Doktor Honoris Causa dari Universitas Soka, Jepang, Oktober 2014.

Gelar Doctor Honoris Causa milik Sukarno:
1. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Far Eastern University, Manila, Filipina, Januari 1951.
2. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, September 1951.
3. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Colombia University, Amerika Serikat, Mei 1956.
4. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Michigan University, Amerika Serikat, Mei 1956.
5. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari McGill University, Kanada, Juni 1956.
6. Doctor Honoris Causa Ilmu Teknik dari Berlin University, Jerman Barat, Juni 1956.
7. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Lomonosov University, USSR, September 1956.
8. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Beogard University, Yugoslavia, September 1956.
9. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Karlova University, Cekoslovakia, September 1956.
10. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Istambul University, April 1959.
11. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Warsaw University, Polandia, April 1959.
12. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Brasil University, Brasil, Mei 1959.
13. Doctor Honoris Causa Ilmu Politik dari Sofia University, Bulgaria, April 1960.
14. Doctor Honoris Causa Ilmu Politik dari Bucharest University, Rumania, April 1960.
15. Doctor Honoris Causa Ilmu Mesin, Budapest University, Hongaria, April 1960.
16. Doctor Honoris Causa Ilmu Falsafah dari Al Azhar University, Mesir, April 1960.
17. Doctor Honoris Causa Ilmu Sosial dan Politik dari La Paz University, Bolivia, Mei 1960.
18. Doctor Honoris Causa Ilmu Teknik dari Institut Teknologi Bandung, September 1962.
19. Doctor Honoris Causa Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan dari Universitas Indonesia, Februari 1963.
20. Doctor Honoris Causa Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Hasanudin, April 1963.
21.Doctor Honoris Causa Ilmu Politik dan Hukum dari Royal Khemere University, Kamboja, Januari 1964.
22. Doctor Honoris Causa Ilmu Hukum dari Philippine University, Filipina, Agustus 1964.
23. Doctor Honoris Causa Ilmu Pengetahuan Politik dari Pyongyang University, Korea Utara, November 1964.
24. Doctor Honoris Causa Ilmu Dakwah dari Institut Agama Islam Negeri, Desember 1964.
25. Doctor Honoris Causa Ilmu Sejarah dari Universitas Padjajaran, Desember 1964.
26. Doctor Honoris Causa Ilmu Tauhid dari Universitas Muhammadiyah, Agustus 1965.

Sumber: http://nasional.tempo.co/read/news/2014/10/18/078615304/Siapa-Lebih-Banyak-Punya-Gelar-SBY-atau-Sukarno

Bagaimana kondisi rumah kelahiran Sukarno?



Presiden RI pertama lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901, rumah tempat kelahirannya di Kampung Pandean pun telah menjadi cagar budaya. Bagaimana kondisinya?
Sukarno lahir di sebuah rumah sederhana di Pandean gang IV no.40, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya. Diatas pintu rumah dipasang plakat berwarna kuning keemasan bertuliskan "Rumah Kelahiran Bung Karno" dengan logo Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Meski rumah ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya melalui Surat Keputusan Walikota Surabaya pada 2013 lalu, tetapi tampak tidak terawat dari luar.
Cat tembok rumah yang berwarna putih tampak kusam, begitu pula dengan kusen kayu yang berwarna biru.
Ketika BBC Indonesia datang ke Kampung Pandean tersebut, keterangan seorang tetangga rumah kelahiran Bung Karno menyebutkan Jamilah pemilik rumah sedang berada di luar kota.
Azhari, seorang warga asli Kampung Pandean yang berusia lanjut, menyampaikan bahwa rumah tersebut sudah empat sampai lima kali pindah tangan kepemilikan.

Azhari mengatakan berdasarkan cerita yang dia dapat dari orang-orang tua di kawasan itu, ayah Sukarno yaitu Raden Soekemi Sosrodihardjo merupakan salah satu pendatang di kampung Pandean, dan pindah beberapa tahun kemudian dari daerah tersebut.
Sukarno remaja, menurut cerita yang didapat Azhari, kembali lagi ke kawasan Pandean dan Peneleh
"Dulu Bung Karno dulu masa kecilnya biasa-biasa saja, setelah beliau remaja, datang lagi ke daerah Pandean-Peneleh utk belajar agama, politik dan pergerakan bersama dengan HOS Cokroaminoto, di daerah ini dulu tumbuh subur organisasi pergerakan dan kepemudaan", tukas Azhari.

Penelusuran rumah Sukarno

Penelusuran rumah tempat kelahiran Sukarno dilakukan Institut Sukarno sejak 2007 lalu.
Pendiri lembaga Intitut Sukarno, Peter A Rohi mengatakan kajian dari sejumlah buku diketahui Sukarno pernah tinggal di Kampung Pandean- dan Peneleh.
"Berdasarkan buku yang kami kaji buku-buku sebelum tahun 66, disebutkan Sukarno lahir di kawasan Pandean dan pernah tinggal kawasan Pandean dan Peneleh ketika remaja, kami pun mencari informasi dari warga yang tinggal di daerah itu untuk mengkonfirmasinya," jelas Peter.

Berdasarkan keterangan dari warga setempat itulah, menurut Peter, dia mengetahui lokasi tempat Sukarno dilahirkan.
Sejak tahun 2007 lalu, Pemerintah Surabaya berupaya menelusuri letak rumah kelahiran Bung Karno dengan melakukan kajian terhadap hasil riset Institut Sukarno dan Dinas Pariwisata dan Budaya serta dokumen sejarah lainnya.
Pemerintah kota Surabaya pun menemukan rumah kelahiran Bung Karno di kampung Pandean, dan telah menetapkannya sebagai bangunan cagar budaya pada 2013 lalu, seperti dijelaskan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya, Wiwik Widayati.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyebutkan berupaya untuk membeli rumah ini, tetapi masih dalam proses penjajakan dengan pemilik rumah.
"Waktu itu ada masukan dari lembaga Institut sukarno dan memprosesnya sebagai bangunan cagar budaya, juga masukan dari anggota masyarakat," jelas Wiwik.
"Pemerintah kota mencoba telah ditetapkan jadi cagar budaya, rumah ini terpelihara sehingga diharapkan tidak terjadi perubahan bangunan itu tahap yang baru dilaksanakan, kami masih proses (untuk pembelian) sampai hari ini," jelas Wiwik.



Mengapa jadi kontroversi?

 

Kota tempat kelahiran Presiden RI pertama kembali menjadi pembicaraan setelah presiden Joko Widodo dalam pidato Peringatan Hari Pancasila Sakti menyebutkan Blitar sebagai kota kelahiran Sukarno. Padahal sumber-sumber sejarah menyebutkan Sukarno lahir di Surabaya. Mengapa berbeda?
Peter A Rohi menyebutkan perbedaan tersebut terjadi karena ada kesalahan dalam menerjemahkan buku tentang sukarno yang ditulis dalam bahasa Inggris oleh seorang jurnalis AS Cindy Adams.
"Selanjutnya buku itu diterjemahkan oleh tim penulis sejarah dari ABRI (TNI) dengan menyebutkan Bung Karno lahir di Blitar," jelas Peter.
Padahal dalam buku karya Cindy Adams , menurut Peter, Bung Karno mengatakan, "Karena bapak saya berpindah-pindah, maka ketika pindah ke Surabaya, di tempat itulah saya lahir," jelas Peter.
Dia menjelaskan dalam semua buku-buku biografi Bung Karno yang terbit sebelum tahun 1966, terang Peter, ditulis bahwa Bung Karno lahir di Surabaya.
Tetapi buku terjemahan karya Cindy Adams yang diterbitkan kembali pada 2007 lalu, menyebutkan Sukarno lahir di Surabaya.

 







http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150606_ind_sukarno1